Desa Tenggeles merupakan sebuah desa di kawasan Pantura . Terdiri dari beberapa dukuh yaitu Dukuh Pikon. Dukuh Badong , Dukuh Nggeles, Dukuh Ngemplak, Dukuh Gili, Dukuh Rau dan Dukuh Kalangan
Ikhwal keberadaan Desa Tenggeles yang merupakan kawasan Pantura konon merupakan lautan luas yang membentang, dengan hasil kekayaan laut yang melimpah. Sehingga banyak nelayan dari berbagai penjuru datang untuk mencari ikan.
Suatu hari melintaslah seorang pengembara sakti yang bernama Mbah Joyo Kusumo, beserta para muridnya . Beliau tertarik akan bentangan lautan luas dengan kekayaan laut juga keramaian nelayan. Maka dengan perahunya beliau mengelilingi sekitar kawasan tersebut. Diputarnya perahu beliau kearah timur. Disana dijumpai para nelayan menangkap ikan secara beramai-ramai. Dari atas perahu para nelayan menepuk-nepukkan telapak tangan ( “epek-epek” dalam bahasa Jawa), ke air laut menggiring ikan /menyuruh (“ akon“ dalam bahasa Jawa) ikan agar masuk dalam perangkap besar. Perangkap yang bahannya dari bambu. tersebut itu bernama Badong. Dengan Badong, ikan hasil tangkapan melimpah ruah. Mbah Joyo Kusumopun heran.Dengan mengangguk-angguk beliau lalu berkata kepada orang sekitar ” besok kalau jaman sudah ramai maka kawasan ini kunamakan PEKKON ( yang artinya telapak tangan menyuruh ) lambat laun warga menyebut dukuh PIKON dan BADONG ( perangkap ikan yang besar).
Kemudian beliau dan rombongan memutar perahunya ke arah barat. Ditengah perjalanan beliau melihat kemunculan kepala ikan yang besar yang bergerak-gerak ( “ enggel-enggel” dalam bahasa Jawa) kemudian tenggelam. Timbul tenggelam/hilang lagi (“ les’ dalam bahasa Jawa) terus menerus. Mbah Joyopun berkata dalam bahasa Jawa “ Ana Iwak kok Enggel-enggel terus Les” Besok dikeramaian jaman kawasan ini tak namakan NGGELES. Dan perjalanan kearah baratpun dilanjutkan. Hamparan laut yang luas seakan tak berbatas ( “ngemplak-emplak” ) sangat memukau hati beliau, maka dinamakanlah NGEMPLAK juga air laut dengan ombaknya yang tipis ( “Gili” dalam bahasa Jawa) menambah kekaguman Mbah Joyo Kusumo sehingga kawasan ini dinamakan GILI.
Ditengah-tengah perjalanan, beliau melihat sebuah daratan. Maka singgahlah beliau di daratan ( Pulau ) tersebut. Dalam hati Mbah Joyo Kusumo terkesan akan keelokan dan kemakmuran wilayah ini , sehingga berkeinginan untuk menetap dikawasan ini. Bersama para muridnya akhirnya beliau menetapkan diri dipulau tersebut. Perahu besar yang dipergunakan rombongan Mbah Joyo Kusumo akhirnya ditambatkan di dekat pulau. Maka wilayah tersebut di sebut RAU berasal dari kata “Perahu”.
Alkisah dari rombongan Mbah Joyo Kusumopun beranak pinak, sehingga memenuhi pulau. Lautan yang dulu luas lambat laun bergeser menjadi daratan. Yang akhirnya secara turun temurun ditempati oleh keturunan Mbah Joyo Kusumo.Dan wilayah tersebut akhirnya di beri nama TENGGELES dari kata TENG= di NGGEL= terlihat LES= hilang = ( Yang dirangkum dengan arti di laut yang hilang menjadi daratan ). Mbah Joyo Kusumopun wafat dan dimakamkan di tempat pertama kali beliau mendarat. Kemudian beliau lebih dikenal dengan nama MBAH PULO sebagai sesepuh/yang dituakan di Tenggeles.